Salam sobat...
Semangat Pagi...
Dipagi yang mendung (tanpa matahari pagi) hari ini saya blogging walking dan menemukan satu tulisan inspiratif yang akan saya bagikan dan saya rasa, saya bisa mengambil pelajaran dari sini dan kesimpulan yang dari sudut pandang saya sendiri.
Silahkan disimak cerita tentang seseorang yang "merasa tidak sempurna" Semoga bermanfaat.
Tadi malam, dua jam lebih saya berdiskusi dengan istri tentang
eksistensi seorang istri. Ternyata banyak wanita yang galau. Mereka
ingin eksis, tetapi bingung. Ingin bisnis, takut. Ingin mengejar karir,
waktunya tidak seleluasa para pria. Ingin fokus mendidik anak, tetapi
kemudian merasa ilmu yang didapat saat kuliah sia-sia.
Banyak wanita yang salah persepsi, mengira eksistensi istri itu
dilihat dari penghasilan yang mereka dapatkan. Salah kaprah ini
menjadikan tugas tambahan untuk seorang istri menjadi semakin berat. Hal
ini terkadang diperparah dengan suami yang sering “memalak” penghasilan
istri.
Sebenarnya tugas utama istri itu begitu berat dan mulia. Apa itu?
Mendukung suami menjadi lelaki yang hebat dalam karir atau bisnis
sekaligus mendidik serta menyiapkan masa depan ana. Peran yang bisa
dijalankannya begitu besar, ia manajer di rumah, pelatih, partner,
konsultan dan pengayom bagi anggota keluarganya.
Apakah wanita tidak boleh bekerja atau berkarir? Tentu boleh, tetapi
setelah tugas utamanya terselesaikan dengan sangat baik. Hal ini
dibuktikan dengan karir atau bisnis suaminya berkembang pesat.
Anak-anaknya secara pendidikan, mental, spiritual terus tumbuh dan
memiliki karakter yang kuat.
Pendidikan berkarakter bagi anak bukan hanya ditentukan prestasi
akademik di sekolah, hafal doa dan ayat-ayat pendek dari Kitab Suci, dan
menjadi “anak baik” saat diajak bepergian. Tetapi lebih penting dari
itu, sentuhan, perhatian dan transfer attitude serta suri tauladan yang
bisa dirasakan, dilihat dan didengar seorang anak, terutama dari ibunya.
Dengan tugas yang begitu berat itu, seharusnyalah ia dihormati,
dijaga, dimuliakan dan dibayar sangat mahal oleh suaminya. Ia tak harus
lelah bekerja, berkarir atau berbisnis. Karena bekerja bukanlah tugas
utama seorang istri, maka andai ia berpenghasilan sungguh wajar apabila
suami tidak berhak satu rupiahpun atas penghasilan istri. Sang suamipun
harus tahu diri dan memiliki rasa malu meminta penghasilan istrinya.
Dari hasil diskusi tadi malam kami berkesimpulan, agar tak galau
memang istri perlu aktivitas tambahan. Aktivitas itu tidak harus selalu
bekerja, berbisnis atau sesuatu yang menghasilkan uang. Seorang istri
harus diberi kesempatan dan dukungan untuk bisa berbagi dan
berkontribusi sesuai dengan passionnya agar ia merasa semakin eksis dan
kahadirannya di dunia memiliki arti.
Saat istri saya sudah tidur, saya merenung dan berkata dalam hati,
“Tugasmu begitu berat, mendukungku dan menemani anak-anak hingga bisa
tumbuh seperti sekarang. Tetapi aku merasa penghargaanku kepadamu masih
sangat kecil dibandingkan pengorbananmu, maafkan aku istriku, ternyata
aku bukan suami yang sempurna.”
Salam SuksesMulia!
Catatan Saya :
Penulis cerita tersebut sungguh luar biasa dan romantis, banyak sentuhan-sentuhan qolbu yang saya dapat dari tulisan beliau.
Terus berusaha menjadi yang terbaik dan berdo'a kepada-Nya agar mendapat Ridho dan Berkah-Nya.
Maaf judul saya rubah versi saya :)
Semoga Bermanfaat